Es potongnya, baaang....es potong

Selain mengajar di kampus, saya juga mengajar di sebuah SMP Negeri di dearah Tambun, tepatnya di kelas VIII. Salah satu kelas yang saya ajar adalah kelas yang berisi anak-anak super, super berisik dan gampang gaduh. Kami, para guru, kerap diingatkan oleh sang wali kelas untuk banyak bersabar dan banyak beristighfar sebelum mengajar di kelas itu. Betul juga, sih.

Sebenarnya tidak semua anak-anak di kelas itu senang membuat gaduh atau berisik. Ada juga anak yang berlabel pendiam, nurut, pinter, di samping label tukang nyelutuk, tukang jalan-jalan di kelas, tukang jahil, tukang pukul, dan sederet label lainnya yang, yaaah….itulah mereka…remaja yang mungkin mereka sendiri tidak bisa menjelaskan mengapa mereka bertingkah seperti itu. Tapi, apapun dan bagaimanapun seringnya saya dibuat kesal dengan sebagian anak-anak di kelas ini, ada saja ulah mereka yang akhirnya membuat saya tertawa dan bergumam, I just love this class no matter what.

Seperti siang itu, hari Rabu pekan lalu, seperti biasa saya mengajar bahasa Inggris di kelas yang saya maksud. Seperti biasa pula butuh waktu sekitar 20 menit untuk membuat mereka tenang dan kondusif supaya kegiatan belajar bisa dimulai. Tengah asyik menerangkan pelajaran, Indra, salah seorang siswa, yang kebetulan senang nyeletuk yang nggak nyambung mulai melancarkan aksinya. Berkali-kali dia ngomong “Es potongnya, bang….es potong.” Awalnya saya tidak peduli, saya cuekin. Tapi lama-lama nadanya tambah tinggi dan tambah berirama “Es potongya, baaaang…es potong.”

Saya berhenti menerangkan dan menatap tajam ke arah Indra. Anak itu terlihat salah tingkah, sambil pura-pura mencari sesuatu di kolong meja. Saya berujar, “Kamu hari ini tambah nyaring, Ndra, kayak tong kosong aja.” Langsung saja seisi kelas menyoraki Indra, “Huuuuh”. Setelah berhasil menenangkan mereka, saya menambahkan, “Biasanya sebuah wadah kosong kalau dipukul bunyinya kenceng, betul?” “Betuuuul” anak-anak makin semangat menjawab. “Tahu tong kosong kan? Kata pepatah tong kosong itu kalo dipukul bunyinya….????” Sementara anak-anak yang lain menjawab “Nyariiiiing” salah satu anak duduk dekat Indra dengan polosnya menjawab dengan cukup lantang “Es potong, baaaang…es potong.” Huahahahaha….seisi kelas tertawa terpingkal-pingkal, termasuk saya.

I love the class, I love the kids. No matter what.






Postingan populer dari blog ini

Love is that simple

In between : Semantics and Pragmatics